Part 2
Saat dia tersenyum padaku entah
kenapa hati ini terasa hangat. Luka yang dulu pernah ku rasakan seakan hilang
begitu saja. Senyumnya itu, aku suka senyumnya. Manis dan tulus, tak pernah ku
lihat senyum seperti itu. Aku suka perasaan ini, perasaan hangat. Beberapa
menit kami saling berpandangan, sampai suara petir menyadarkan kami dari
pikiran masing-masing.
Dia tertawa, “ Lo lucu “ katanya. “
Lucu apanya ? “ tanyaku. “ Ngga. Nama gue Dion, Dion Pratama. Gue baru aja
pindah ke sekolah ini. Nama lo siapa ? “ “ G.. Gue Jessica Jones, panggil aja
Jessica “. “ Oh Jessica, nama yang cantik. Gue duluan ya, gerimisnya udah
berhenti. Lo juga harus cepet pulang Jess “ sambil tersenyum dia berjalan pergi
meninggalkanku. Apa ini ? perasaan apa ini ? baru ku rasakan lagi jantungku
berdebar-debar oleh seorang pria. Walaupun sebentar, terasa
sangat berarti untukku.
Sepanjang hari itu aku tidak bisa
berfikir, pikiranku hanya dipenuhi oleh pria itu. Namanya Dion, tanpa kusadari
aku mulai memikirkan pria itu. Kelas berapa ? Jurusan apa ? Rumahnya dimana ?
Pindahan dari mana ? Kenapa dia pindah ? Dan kenapa aku menggap percakapan
kami tadi itu sangat berarti ? Semua itu terus saja berputar-putar di
benakku. Rasanya aku mulai gila. Saat tiba di rumah, aku langsung pergi mandi
dan segera merebahkan diriku di kasur. Pertanyaan yang kupikirkan tentang Dion
tidak bisa ku hentikan sampai akhirnya aku tertidur karena kelelahan.
Sang mentari mulai menyinari bumi,
langit yang tadinya gelap menjadi terang. Embun pagi mulai berjatuhan dari daun
dan ranting-ranting pohon karena tadi malam hujan turun deras sekali. Dengan
malas aku bangkit dari tempat tidurku. Dion, bahkan namanya terus terngiang di
kepalaku. Ah sudahlah, sudah hilang hasratku untuk mengenal pria semenjak Bagas
mantan pacarku meninggalkanku tanpa sebab.
“ Sarapan dulu non. Sudah bibi
siapkan susu coklat dan roti isi telur madu kesukaan non “ kata Bi Siti sambil
menuangkan segelas susu coklat untukku. Bi Siti adalah pembantu di
rumahku, dia bekerja sejak umurku masih 3 tahun. Sejak saat itu aku sudah
dirawat oleh bi Siti. Bi Siti sangat baik dan perhatian, dia bagaikan Ibu
kedua untukku. Bahkan Bi Siti sudah menganggapku anaknya sendiri, aku
memakluminya karena anak Bi Siti satu-satunya sudah meninggal dunia. Jika
anaknya masih hidup, anaknya akan seumuran denganku. Cuma Bi Siti yang
selalu ada buatku, segala macam masalah selalu ku ceritakan padanya. Entah akan
bagaimana bila Bi Siti berhenti bekerja di rumahku, mungkin aku akan gila
karena kehilangan sosok orangtua di hidupku.“ Ngga ah bi, aku ga laper. Oh ya,
mana Ibu sama Ayah ? “. “ Ibu sama Ayah non udah berangkat duluan ke kantor,
katanya ada janji sama klien “. “ Oh gitu, yaudah bi aku berangkat
sekarang aja ya “ sambil berlari karena jam sudah menunjukkan pukul setengah
tujuh. Ibu dan Ayahku adalah seorang pembisnis, hampir setiap bulan Ibu
dan Ayahku selalu pergi ke luar negeri, Makannya mereka tidak pernah ada waktu
untukku. Bayangkan saja, mereka pergi pagi-pagi sekali dan selalu pulang larut
malam. Aku tak pernah bertemu mereka, saat bangun dipagi hari mereka sudah
berangkat dan saat mereka pulang aku sudah tertidur lelap.
Langit sangat indah dipagi ini, ada
pelangi. Wajar saja, karena malam hujan turun sangat deras, Jarak dari
rumahku ke sekolah sekitar 500 meter. Tiap berangkat sekolah aku selalu diantar
Pak Mahmud, supir keluargaku. Pak Mahmud adalah suami dari Bi Siti, Pak Mahmud
juga orangnya baik. Dia selalu menemaniku kemanapun aku pergi. Dia juga suka
membelaku, dulu saat aku SMP banyak anak-anak yang menjahiliku dan Pak Mahmud
selalu membelaku. Pak Mahmud juga sudah ku anggap sebagai Ayah kedua ku. Aku
senang merekalah yang selalu penjagaku, jika bukan mereka entah bagaimana
jadinya aku sekarang ini.
Akhirnya aku tiba di sekolah. “
Makasih ya Pak. Oh iya, ntar ga usah jemput. Aku mau jalan sama temen-temen ”.
“ Baik non, kalau pulangnya kemaleman, hubungi aja Bapak “. “ Siap Pak Mahmud
“. Aku berjalan menuju kelas, betapa kagetnya aku saat ada yang memegang
bahuku. Ku kira Risti atau Dara sahabat terbaikku, Ternyata yang memegang
bahuku adalah Dion. Dion menyapaku, Dan ............
0 komentar:
Posting Komentar