Rabu, 25 Maret 2015

" Gerimis "


Part 2

Saat dia tersenyum padaku entah kenapa hati ini terasa hangat. Luka yang dulu pernah ku rasakan seakan hilang begitu saja. Senyumnya itu, aku suka senyumnya. Manis dan tulus, tak pernah ku lihat senyum seperti itu. Aku suka perasaan ini, perasaan hangat. Beberapa menit kami saling berpandangan, sampai suara petir menyadarkan kami dari pikiran masing-masing.
Dia tertawa, “ Lo lucu “ katanya. “ Lucu apanya ? “ tanyaku. “ Ngga. Nama gue Dion, Dion Pratama. Gue baru aja pindah ke sekolah ini. Nama lo siapa ? “ “ G.. Gue Jessica Jones, panggil aja Jessica “. “ Oh Jessica, nama yang cantik. Gue duluan ya, gerimisnya udah berhenti. Lo juga harus cepet pulang Jess “ sambil tersenyum dia berjalan pergi meninggalkanku. Apa ini ? perasaan apa ini ? baru ku rasakan lagi jantungku berdebar-debar oleh seorang pria. Walaupun sebentar, terasa sangat berarti untukku.
Sepanjang hari itu aku tidak bisa berfikir, pikiranku hanya dipenuhi oleh pria itu. Namanya Dion, tanpa kusadari aku mulai memikirkan pria itu. Kelas berapa ? Jurusan apa ? Rumahnya dimana ? Pindahan dari mana ? Kenapa dia pindah ? Dan kenapa aku menggap percakapan kami tadi itu sangat berarti ? Semua itu terus saja berputar-putar di benakku. Rasanya aku mulai gila. Saat tiba di rumah, aku langsung pergi mandi dan segera merebahkan diriku di kasur. Pertanyaan yang kupikirkan tentang Dion tidak bisa ku hentikan sampai akhirnya aku tertidur karena kelelahan.
Sang mentari mulai menyinari bumi, langit yang tadinya gelap menjadi terang. Embun pagi mulai berjatuhan dari daun dan ranting-ranting pohon karena tadi malam hujan turun deras sekali. Dengan malas aku bangkit dari tempat tidurku. Dion, bahkan namanya terus terngiang di kepalaku. Ah sudahlah, sudah hilang hasratku untuk mengenal pria semenjak Bagas mantan pacarku meninggalkanku tanpa sebab.
“ Sarapan dulu non. Sudah bibi siapkan susu coklat dan roti isi telur madu kesukaan non “ kata Bi Siti sambil menuangkan segelas susu coklat untukku. Bi Siti adalah pembantu di rumahku, dia bekerja sejak umurku masih 3 tahun. Sejak saat itu aku sudah dirawat oleh bi Siti. Bi Siti sangat baik dan perhatian, dia bagaikan Ibu kedua untukku. Bahkan Bi Siti sudah menganggapku anaknya sendiri, aku memakluminya karena anak Bi Siti satu-satunya sudah meninggal dunia. Jika anaknya masih hidup, anaknya akan seumuran denganku. Cuma Bi Siti yang selalu ada buatku, segala macam masalah selalu ku ceritakan padanya. Entah akan bagaimana bila Bi Siti berhenti bekerja di rumahku, mungkin aku akan gila karena kehilangan sosok orangtua di hidupku.“ Ngga ah bi, aku ga laper. Oh ya, mana Ibu sama Ayah ? “. “ Ibu sama Ayah non udah berangkat duluan ke kantor, katanya ada janji sama klien “. “ Oh gitu, yaudah bi aku berangkat sekarang aja ya “ sambil berlari karena jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh. Ibu dan Ayahku adalah seorang pembisnis, hampir setiap bulan Ibu dan Ayahku selalu pergi ke luar negeri, Makannya mereka tidak pernah ada waktu untukku. Bayangkan saja, mereka pergi pagi-pagi sekali dan selalu pulang larut malam. Aku tak pernah bertemu mereka, saat bangun dipagi hari mereka sudah berangkat dan saat mereka pulang aku sudah tertidur lelap. 

Langit sangat indah dipagi ini, ada pelangi. Wajar saja, karena malam hujan turun sangat deras,  Jarak dari rumahku ke sekolah sekitar 500 meter. Tiap berangkat sekolah aku selalu diantar Pak Mahmud, supir keluargaku. Pak Mahmud adalah suami dari Bi Siti, Pak Mahmud juga orangnya baik. Dia selalu menemaniku kemanapun aku pergi. Dia juga suka membelaku, dulu saat aku SMP banyak anak-anak yang menjahiliku dan Pak Mahmud selalu membelaku. Pak Mahmud juga sudah ku anggap sebagai Ayah kedua ku. Aku senang merekalah yang selalu penjagaku, jika bukan mereka entah bagaimana jadinya aku sekarang ini.
Akhirnya aku tiba di sekolah. “ Makasih ya Pak. Oh iya, ntar ga usah jemput. Aku mau jalan sama temen-temen ”. “ Baik non, kalau pulangnya kemaleman, hubungi aja Bapak “. “ Siap Pak Mahmud “. Aku berjalan menuju kelas, betapa kagetnya aku saat ada yang memegang bahuku. Ku kira Risti atau Dara sahabat terbaikku, Ternyata yang memegang bahuku adalah Dion. Dion menyapaku, Dan ............

0 komentar:

Posting Komentar